SIE…

Inisiator Proyek
Sutradara
Yosef Levi

Yosef Levi lahir di Maumere, Flores dan menyelesaikan pendidikannya di jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua. Ia mulai berkenalan dengan film dokumenter melalui lokakarya dari Forum Lenteng dalam program Halaman Papua. Selanjutnya, ia belajar mendalami dokumenter secara otodidak. Kini, Yosef mencoba petualangan baru dokumenter di tanah kelahirannya, Maumere.
Produser
Alfonsia Maria Nogo Puka

Elsyn Puka lahir di Hokeng, Flores Timur dan menyelesaikan studi D3 Manajemen di ASMI Santa Maria Yogyakarta. Mulai terlibat di produksi film dokumenter sebagai pengisi suara di beberapa film produksi Loka Pola. Ia memulai kariernya sebagai sutradara film dokumenter tahun 2022 dengan film Tana Ure Wai. Sekarang, Elsyn bekerja di KPRI Karya Rukun unit Kemenag Flores Timur (Larantuka).
Logline
Nong Titus (73 tahun), seorang petani di Gunung Gai, berjalan menyusuri hutan mencari kambingnya yang hilang dengan berteriak, “Sie!”.
Sinopsis
Sejak Veronika Nona meninggalkan rumah di Koja Manunai, saudaranya, Nong Titus, lebih banyak menghabiskan waktu di Koja Manunai untuk menjaga hasil kebun. Pengalaman historis akan maraknya pencurian di kaki Gunung Gai membuat Nong Titus yang hanya mengandalkan satu matanya untuk melihat memilih tinggal dan menjaga hasil kebun. Dua atau tiga hari sekali Nong Titus ke rumahnya di Wodon untuk membersihkan mata palsunya atau menjual hasil kebun. Setiap enam bulan sekali, Nong Titus ditemani anak perempuannya memeriksa matanya di dokter mata.
Di usia 73 tahun, Nong Titus masih kuat bekerja. Dia biasa menjual hasil kebunnya seperti pisang dan nanas di pasar tingkat di kota Maumere. Sedangkan hasil kebun seperti kemiri, kakao, dan kopra dia jual ke pedagang di kota Maumere. Uang penjualan hasil kebun dia simpan untuk membeli dua ekor kuda untuk acara adat anaknya tahun ini dan keponakannya pada bulan Juni tahun 2024. Dia juga menjadi anggota Credit Union dan menyetorkan simpanan wajib tiap bulan melalui kerabatnya di kampung Wutik–yang letaknya di perbukitan sebelah barat Koja Manunai.
Nong Titus juga memelihara ayam dan kambing di pondok di kebun. Awalnya, dia memiliki satu ekor kambing yang ia dapat sebagai bantuan dari desa. Satu ekor kambing tersebut berkembang biak menjadi empat ekor. Setiap pagi dan sore, Nong Titus selalu memindahkan kambing-kambingnya yang dia ikat di kebun-kebun warga yang tidak diolah. Satu ekor kambing direncanakan akan dipotong pada saat acara adat anak laki-lakinya.
Suatu hari, Nong Titus berangkat ke kebun untuk memindahkan kambingnya. Tiga dari empat ekor kambingnya hilang. Dia pun mencari kambing-kambingnya yang hilang dengan berjalan menyusuri kebun-kebun warga sambil berteriak, ”Sie!”, cara penduduk lokal Maumere memanggil kambing.