The Turmoil of Young People

Original Title

Gejolak Insan Muda

Topic

Human Relation

Origin

Sumbawa, West Nusa Tenggara

Production House

Komunitas Sumbawa Cinema Society

Project Initiator

Harsa Perdana

Director

Fahmi Abdul Aziz

Producer

Project Status

Research & Development
I'm interested with this project

Logline

Tantangan saat memiliki anak dan perjuangan mendapatkan pengakuan atas pernikahan mereka mengajarkan pasangan ini tentang arti pernikahan yang sebenarnya.

 

SYNOPSIS

Insan, seorang lulusan SD berusia 19 tahun, dan Mita, seorang lulusan SMA berusia 21 tahun, adalah pasangan muda yang sudah menikah lebih dari 3 tahun. Mereka menikah saat Insan berusia 15 tahun dan Mita berusia 18 tahun. Karena Mita hamil, mereka terpaksa menikah secara agama dan belum bisa disahkan secara hukum. Sehari-hari, Insan bekerja sebagai nelayan, sedangkan Mita sibuk menghabiskan waktu untuk mengurus rumah dan anak mereka.

 

Usia yang masih muda dan kurangnya pengalaman membuat mereka kesulitan untuk mengurus anak. Anak yang kadang rewel untuk urusan sederhana membuat pasangan ini mendapat pelajaran tentang arti pernikahan sebenarnya. Namun, status pernikahan yang hanya disahkan secara agama juga ternyata memberikan tantangan bagi Insan dan Mita ketika anaknya sudah harus memasuki dunia pendidikan.

 

Insan dan Mita berusaha untuk mendapatkan pengakuan yang sah atas pernikahan mereka agar anaknya bisa mendapatkan statusnya sebagai anak yang sah. Meskipun mereka kesulitan berhadapan dengan kompleksitas birokrasi dan hambatan hukum, mereka tidak menyerah untuk memberikan masa depan yang baik untuk anaknya.

Director's Statement

Saya mengenal pasangan Insan dan Mita cukup dekat karena Insan adalah adik bungsu saya. Saya sudah beberapa kali bertemu dengan Mita, istrinya, saat mereka masih berpacaran. Insan bekerja sebagai nelayan, di mana ia banyak menghabiskan waktu di laut dibandingkan dengan istri dan anaknya. Hal ini membuat Mita lebih banyak bersinggungan dengan anaknya. Mita yang masih muda juga kesulitan untuk menghadapi anaknya yang terkadang rewel.

 

Di luar alasan pernikahan mereka, saya terkesan kepada pasangan ini dan menyadari bahwa perjuangan mereka menjadi orang tua dan selalu ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya adalah sesuatu yang menurut saya sangat luar biasa. Karena menikah di umur yang masih muda, pernikahan mereka belum bisa disahkan secara hukum. Jadi, mereka hanya menikah hanya secara agama. Status anaknya pun belum diakui oleh negara secara hukum. Sampai saat ini, mereka belum memiliki buku pernikahan dan anaknya juga belum bisa memiliki akta kelahiran. Tentunya, ini menjadi hambatan untuk anaknya bisa mendaftar ke sekolah. Mereka berdua masih berusaha untuk mendapatkan pengakuan atas pernikahan dan anak mereka yang terhalang dengan kompleksitas birokrasi yang kurang mereka pahami.

 

Perjuangan mereka menjadi orang tua dan untuk mendapatkan status yang sah terhadap pernikahan dan anaknya bisa menjadi contoh yang baik untuk pasangan muda yang mungkin juga memiliki nasib yang sama. Namun, di sisi lain, ini juga menjadi gambaran untuk orang-orang yang berpikir untuk menikah di usia dini bahwa mereka harus siap menghadapi tantangan ketika sudah berkeluarga nanti.

Participant
Harsa Perdana

Harsa Perdana adalah seorang mahasiswa yang tertarik dengan film dokumenter yang telah meluncurkan debut penyutradaraannya dalam dokumenter Sang Punggawa Laut Sumbawa. Dibesarkan dan tumbuh di laut sebagai anak nelayan membuatnya tertarik dengan isu sosial yang berelasi dengan laut dan turunannya.

Participant
Fahmi Abdul Aziz

Fahmi Abdul Aziz adalah seorang dokumenteris Indonesia. Dokumenter debutnya, Lima Pare, memenangkan posisi ketiga dalam Eagle Documentary Competition 2022. Saat ini, ia aktif menjadi fasilitator di lembaga nirlaba Pandeglang Creative Hub, Banten.

The Turmoil of Young People

Tantangan saat memiliki anak dan perjuangan mendapatkan pengakuan atas pernikahan mereka mengajarkan pasangan ini tentang arti pernikahan yang sebenarnya.

 

SYNOPSIS

Insan, seorang lulusan SD berusia 19 tahun, dan Mita, seorang lulusan SMA berusia 21 tahun, adalah pasangan muda yang sudah menikah lebih dari 3 tahun. Mereka menikah saat Insan berusia 15 tahun dan Mita berusia 18 tahun. Karena Mita hamil, mereka terpaksa menikah secara agama dan belum bisa disahkan secara hukum. Sehari-hari, Insan bekerja sebagai nelayan, sedangkan Mita sibuk menghabiskan waktu untuk mengurus rumah dan anak mereka.

 

Usia yang masih muda dan kurangnya pengalaman membuat mereka kesulitan untuk mengurus anak. Anak yang kadang rewel untuk urusan sederhana membuat pasangan ini mendapat pelajaran tentang arti pernikahan sebenarnya. Namun, status pernikahan yang hanya disahkan secara agama juga ternyata memberikan tantangan bagi Insan dan Mita ketika anaknya sudah harus memasuki dunia pendidikan.

 

Insan dan Mita berusaha untuk mendapatkan pengakuan yang sah atas pernikahan mereka agar anaknya bisa mendapatkan statusnya sebagai anak yang sah. Meskipun mereka kesulitan berhadapan dengan kompleksitas birokrasi dan hambatan hukum, mereka tidak menyerah untuk memberikan masa depan yang baik untuk anaknya.